by: Faizah Abdullah
Setiap kata
Kuulagi beratus kali
Nasihat ayah di masa kanakku
Setiap belaian
Kueja dalam derap hati
Kasih bunda di kala itu
Setiap cambuk
Kuberpeluk destinasi
Papah tuntun guruku sebuah petikan syahdu
Lama kubermain api pengabaian
Lama kulontarkan kerikil tak acuh
Lama kuberjauh dari cahaya
Wahai nurani
Tengoklah kami di sini
Yang merenggut masa depan
Di antara debu jalanan
Lena,
Kuingin kau tetap menjadi telinga lara dan senangku
Entah bilamana saat itu tiba, kakakku,,
Kuingin nasehat dan dukunganmu tetap untukku
Entah bilamana saat itu tiba, kakakku,,
Dalam senyummu, ceriamu, bahagiamu, atau bahkan marah dan kesalmu.
Kau tetap sayang aku
Dan entah kapanpun itu, kakakku,,
Aku adikmu
Kau kakakku
Tetap seperti dulu
Takkan berubah sedikitpun
Doaku untukmu
Pasti berusaha merelakanmu..
”Tapi ratu hanya mencintai raja”, balas Caesar.
”Aku akan membuat semua orang yang kucintai menjadi raja. Aku akan menjadikanmu seorang raja. Aku akan memiliki beberapa raja muda, yang gagah dan tegap, lengan yang kuat. Jika aku bosan padanya, aku akan menyihirnya agar mati. Tapi kau akan selalu menjadi rajaku. Raja tuaku, yang gagah, bijiksana dan baik.”
”Sungguh kau telah menaklukkan Julius Caesar, wahai Cleopatra, seorang kaisar Romawi.”
Benang Kusut Itu
by: faizah abdullah
Aku pernah begitu bahagia
Indahnya dunia kusemarakkan dengan canda tawa
Kudendangkan pula irama syahdu cakrawala
Tak ubahnya nyanyian burung Jonggring Saloka
Yang selalu enggan tuk sekedar melayang di atas bumi Marcapada
Aku pun buta
Aku pernah merasakan suntuk dan inginkan hening
Membisu dan menyendiri pun kujalani
Bahkan kuhindari semua bentuk bunyi
Rengek tangis dunia tak kupeduli
Dan aku pun tuli
Aku pun pernah merindu
Rindu pada makhluk kubilang
Besar harapan tuk sapa dalam temu
Tapi hingga tiba saat itu
Tak unjung kusunggingkan senyum
Karena ternyata entah pada siapa aku merindu
Maka aku pun bisu
Kini aku buta, tuli, juga bisu
Jalan yang tak pernah kutahu bagaimana harus ditempuh
Makin tak dapat kusentuh
Begitu gelap, sunyi, dan sendiri
Dan aku pun mengangguk dan menggeleng dalam ke_entah_an
Rabbiy nawwir qolby
Karena memang ada bimbang di situ
Ada resah, gelisah, dan tak tahu akan arah
Layaknya benang kusut !
Yang harus dengan sangat sabar dan telaten mengurai itu
Hati manusia memang begitu
Butuh campur tangan Sang Lathif Rabbul 'Izzah
Untuk mengurai ketegangan hati
Mengurai keruwetan hati
Mengurai ke_tidak mengerti_an hati
Mengurai debu-debu penggoyah hati
Ya Muqolliba_l quluub tsabbit qolby 'ala diinik
Rindu, suntuk, dan bahagia itu tak pernah berarah pada makhluk
Apalah daya makhluk ?1
Definisi yang lahir dari kekonyolan diantara makhluk
Rupanya ini hasil ke-edan-an makhluk
Hanya kepada Sang Khalik
Allah ash-Shomad
Ya Allah
Aku datang dan memohon dalam dzikr
Sesuai janjiMu ya Rabb
فاذكرونى أذكركم
Maka dzikirkanlah aku
اللهم أنت ربى لااله الا أنت خلقتنى و أنا عبدك و أنا على عهدك ووعدك مااستطعت
أعوذبك من شر ما صنعت, أبؤلك بنعمتك على و أبؤ بذىبى فاغفرلى فانه لاىغفر الذنوب الا أنت
Sidoarjo,
17 september 2009/27 Romadlon 1430 H
Menghancurkan gamang hati
TAMU
by: faizah abdullah
Selamat datang.
Aku pergi dulu.
pernah suatu ketika kita tidak bisa mengerti sama sekali apa yang kita rasa. cukup sinting kita dibuatnya hingga harus jungkir balik, meremas, membanting apa saja. sampai kau temukan satu dua kata, yang entah dari mana datangnya dan ternyata cukup ampuh mewakili segalanya.
itu pula yang aku rasakan saat kutemukan oret-oretan kecil ini di sudut nyelempit sebelah kanan kepala dekat telinga kiriku. sempat kutuliskan di status facebook. dan ajaib saja, lenyap semuanya, luruh seketika.
aku menangis, hanya sebentar untuk kemudian kembali tersenyum.
Penantianku
by: Faizah Abdullah
Penantianku indah
Entah berdetik hingga tahun pun itu
Dengan tetap, masih, dan akan terus menanti
Pada suatu masa
Titik itu tiba
Aku selalu disini
Menanti
Tak perdulikan akhir
Berbekal yakinku
Pada kala
Titik itu tiba..
Oret-oretan kecil saat menunggu perpustakaan buka. cukup lama untuk orang yang kurang sabar sepertiku. tapi, saat itu entah mengapa, aku menikmati penantianku. berdetik, menit, jam pun.. aku tak bosan. Padahal tak terlalu penting juga pergiku ke tempat itu. hanya ingin menghabiskan waktu siangku dengan buku. aku pun tak sedang bersama siapapun.saat itu yang kupikirkan hanya: tak ada guna aku bosan menanti, toh waktu tak akan datang lebih cepat.
Sapardi Djoko Damono
being surprised bukan main waktu pertama kali membaca puisi ini. berasal dari sesuatu yang benar-benar dekat dengan kita, selalu kita alami, bahkan mungkin setiap hari.
aku pun pernah suatu ketika, pulang kuliah, hari yang sangat cerah, terlalu cerah malah.
aku berjalan menunduk, bukan mencari uangku yang jatuh, aku melihatnya ada di depanku. kecil saja, tak terlalu panjang juga, mengikuti segala gerak-gerikku. semakin cepat kukejar, semakin cepat ia melaju. aku hanya ingin bertanya, apa yang ia inginkan sehingga selalu mengikutiku seperti itu.
cukup gila mungkin harus bertanya seperti itu pada bayang-bayangku sendiri. apa tidak ada hal lain yang lebih gila?
kurasa tidak.
ia akan selalu ada. antara kau, cahaya, dan bayang-bayang. sebagai kawan dalam kesendirianmu. sebagaimana seorang teman dalam hidupmu, yang akan selalu ada untukmu selama ada cahaya kepercayaan dan kesetiaan dalam dirimu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
INDAH. satu kata yang terlintas begitu saja dibenak pembaca dua bait karya pak SDD ini. bagaimana tidak, bukanlah cinta yang sederhana jika harus sampai mengorbankan dirinya seperti yang dilakukan si kayu pada api. bukan cinta yang sederhana pula jika harus mempersilahkan yang dicinta untuk meniadakan dirinya. tidak hanya sejenak, cukup lama aku tertegun menatap tiap baris, kalimat, dan kata pada puisi ini. betapa dahsyat cinta yang ditawarkan. betapa agung cinta yang dipersembahkan. dan aku.. kagum.