Pages

Rabu, 14 Maret 2012

Menanti Ken Arok di Istana?

Beberapa bulan ini, entah mengapa, saya lebih suka mendengar dan menonton daripada membaca dan menulis. Dan semoga kali ini bukan sekedar tombo kangen saja, lebih dari itu sebagai titk awal untuk lebih istiqomah men-share dan berpendapat. Tema tulisan ini tiba-tiba muncul dan melintas saja di tengah-tengah karut marut proses membaca saya serial silat milik bapak SH. Mintardja, Pelangi di Singosari, dan beberapa berita di televisi tentang kondisi bangsa ini. Karakter Ken Arok sebagai penjahat yang punya prinsip tidak mau menyengsarakan rakyat kecil tampak lebih baik di mata saya daripada pemimpin dengan topeng tersenyum tetapi garang dibaliknya. Tulisan ini bukan untuk membenarkan setiap laku baik buruk Raja Singhasari itu, tulisan ini hanya sebagai media mengajukan pertanyaan balik pada kita sebagai bangsa Indonesia, apakah dinegeri yang indah dan kaya ini benar-benar harus menunggu seorang penjahat mengambil alih kekuasaan?

Ken Arok, bukan nama yang asing bagi sebagian besar masyarakat negri ini. Sosok yang berhasil memporak-porandakan “kemapanan” rakyat Jawa pada masa itu. Sosok yang di balik sikap garangnya memiliki alus bagi sang Ardhanareswari. Mungkin memang harus seperti itu adanya nyawa Tunggul Ametung berakhir di tangan Ken Arok. Bahkan mungkin sudah menjadi lakonnya tahta Singhasari kemudian digenggam erat olehnya. Karena nyatanya, Singhasari memerlukan sebuah perubahan yang sangat besar untuk mampu benar-benar menciptakan peradabannya.

Sebagai seorang maling yang kemudian mampu menggulingkan tahta kerajaan Kediri yang berkuasa pada saat itu, Ken Arok pastilah bukan sekedar maling biasa. Menurut beberapa kitab dan serat yang menceritakan tentang percaturan kerajaan Singhasari di tanah Jawa, disebutkan bahwa Ken Arok adalah putra Brahma dengan seorang wanita desa biasa, Ken Endog. Sejarah menyatakan, kehidupan masa mudanya begitu kelam hingga akhirnya ia ditemukan oleh seorang Bathara, Loh Gawe. Dari sang Bathara inilah ia mengenali putihnya hidup sebagai makhluk Tuhan. Ken Arok akhirnya menemukan jalannya kembali. Ia kembali berpacu untuk mendapatkan keseimbangan hidupnya yang pernah kelam. Akan tetapi sungguhpun seorang manusia berusaha menentukan jalannya, tetaplah yang Maha Kuasa sebagai Penentunya. Begitulah kiranya yang terjadi pada Ken Arok. Ia yang telah menemukan jalannya, pada akhirnya kembali tersesat. Ken Arok, yang muda yang menggelora. Terpikat pada sesosok anggun pujaannya, sang Ardhanareswari, putri dari Panawijen, Ken Dedes. Tak ada yang salah dengan perasaan seorang lelaki pada seorang wanita, tetapi yang terjadi adalah Ken Dedes telah menjadi permaisuri rajanya, Tunggul Ametung.

Fakta sejarah membuktikan, bahwa Ken Dedes kemudian memang ditakdirkan untuk Ken Arok. Sebagaimana Ken Arok ditakdirkan untuk Singhasari. Kesedihan atas kematian Tunggul Ametung nyatanya tidak berlangsung lama. Ken Arok, sang mantan maling yang menggulingkan rajanya dengan cara yang licik, yang pada awalnya hanya berambisi untuk mendapatkan Ken Dedes, ternyata benar-benar mampu menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Singhasari. Bahkan tidak hanya di Singhasari, setelah invasinya pada kerajaan Kediri membuahkan kemenangan yang gilang gemilang, kehidupan masyarakat Jawa pun semakin tertata. Tidak hanya di Tumapel yang kala itu menjadi pusat pemerintahannya, tapi hingga pelosok-pelosok desa. Kemampuannya membuka lapangan pekerjaan bagi segenap rakyatnya telah nyata berhasil menekan tingkat kriminalitas dan dominasi golongan penguasa. Ia mampu menciptakan manusia-manusia dengan kualitas hidup yang lebih produktif dan dinamis.

Ken Arok dengan segala hitam putihnya telah mencetak sejarah baru bagi rakyat tanah Jawa. Betapapun ia telah menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah, ia telah menebusnya dengan memberi kesejahteraan, kemakmuran hidup, dan masa depan yang lebih baik bagi rakyatnya. Karena memang kadang-kadang yang tidak bersalah harus menjadi korban. Menjadi tawur untuk masa depan yang lebih baik.

Kemudian lihatlah Indonesia kini, sebuah Negara yang dibangun dari berbagai macam peradaban kerajaan-kerajaan. Sebuah Negara yang harusnya prokoh tak gampang oleng oleh angin mamiri karena pondasinya adalah hati-hati baja para ksatria. Sebuah Negara yang harusnya lebih kokoh dan kuat karena ia adalah penggabungan kekuatan-kekuatan dari seluruh pelosok negri. Akhir-akhir ini, sadar atau tidak, Bumi Pertiwi dirundung kabut tebal. Hitam menggelayut di angkasa lara. Duka mendalam sedang melanda negri ini. Berbagai macam persoalan datang silih berganti tanpa ada satupun yang benar-benar teratasi. Dari bencana alam hingga bencana moral.

Nyatanya, setuju atau tidak, pertumpahan darah sudah terjadi. Rakyat kecil sikut-sikutan demi ngatong bulir-bulir padi dari langit. Di atas sana manusia saling tawur untuk kekuasaan, senggol menyenggol untuk segepok lembaran momok. Tanpa sadar nantinya itu semua hanya akan menjadi butiran debu. Melayang ke udara, mengotori bumi, memperkeruh hati, merusak tubuh. Mati-matian manusia mencari sesuatu yang tidak pasti dibawa mati, sementara yang pasti dalam hidup ini hanyalah kematian.

Tapi benarkah hanya sosok seperti Ken Arok yang bisa mengatasinya? Bukankah kita tak lagi punya Ken Dedes di istana? Dan apakah benar kita, pada zaman yang sekarang ini, akan membiarkan seorang mantan maling untuk memerintah? Karena, mantan maling, selain bisa menjadi orang yang benar-benar bertaubat, juga bisa menjadi seorang perampok. Dan tampaknya inilah yang sedang terjadi di Indonesia. Ketika masih sekolah, maling waktu belajar untuk bermain. Menjadi pegawai, maling gaji kanan kiri atas bawah. Maka ketika jadi penguasa pun levelnya meningkat, sebagai perampok kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.

Tentu saja kita tak ingin ada korban tak bersalah lagi dengan menghadirkan sosok Ken Arok untuk memerintah Indonesia. Karena kita telah jauh melampaui masa itu. Kita adalah bangsa yang besar dengan kearifan dan sejarah masa lalu yang gilang gemilang. Dan tentu saja, kita pun akan menciptakan cerita sejarah yang lebih indah untuk anak cucu kita. Sebuah cerita yang mampu membuat mereka tersenyum bangga. Benar-benar wangi hingga ke seluruh pelosok bumi.

Maka wajar saja jika beberapa diantara kita mulai murung dan bingung. Siapa yang mampu memutihkan Indonesia yang telah penuh dengan noktah hitam ini? Dan mungkin memang benar kita hanya bisa mengharap kejutan dari langit. Semoga tuhan mengampuni dosa kita dan nenek moyang kita yang telah banyak berkelahi demi kekuasaan yang hanya bisa ditentukan olehNya. Kalau mengutip dari tema pementasan teater perdikan di gedung Cak Durasim kemarin, kali ini kita hanya bisa mengharap Tuhan berkenan memberi bantuan dengan mengirimkan nabi atau rasul. Kalau tidak bisa nabi dan rasul yang sebenarnya, nabi darurat atau rasul ad-hoc pun tak mengapa…

Sidoarjo, 13 Maret 2012

1 comments:

jerry mengatakan...

Berkunjung ke rumah sahabat, salam sejahtera dari Bhumi Majapahit. Rahayu, rahayu, sagung dumadi.

http://majapahit1478.blogspot.com

Posting Komentar